Selasa, 03 April 2012

latihan


ATAS NAMA HAM DAN SENI

Kebebasan beragama adalah salah satu hak yang paling asasi di antara hak asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan (Rudini, 1994:65). Sesuai dengan pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang – Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Agama, serta pada pasal 18 Pernyataan Umum tentang Hak Asasi manusia menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama, dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan menyatakan agama atau kepercayaan dengan mengajarkan,melakukan, beribadat dan menempatinya, baik sendiri maupun bersama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun ditempat yang tersendiri”. Pengertian kebebasan ini juga tidak lepas dari tanggung jawab setiap individu terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Hal yang ingin penulis tekankan kali ini dalam agama Islam. Umlil menyatakan kebebasan beragama boleh – boleh saja, baik menyatakan pendapat atupun berkeyakinan akan tetapi dengan satu sarat yaitu jangan meninggalkan Islam (Mernissi, 1994:59). Hal ini yang menyebabkan banyak dari masyarakat Indonesia terutama yang perempuan untuk berekspresi dalam berpakaian. Berbeda dengan masyarakat Arab yang masih terbilang takut dalam menjalankan prinsip demokrasi.
Banyak dari masyarakat kita yang mengatakan “nduwur kudung, ngisor warung”, yang maksudnya mungkin adalah perempuan yang berjilbab tapi masih menampakkan auratnya. Memang aurat yang ditampilkan tidak secara langsung, akan tetapi dapat dilihat di masyarakat sekitar kita. Bagaimana tidak dikatakan melihatkan auratnya, mayoritas dari mereka yang berjilbab melihatkan setiap lekuk dari tubuhnya walaupun ditutup dengan pakaian. Ini sudah menyeleweng dari Al-Qur’an yang tujuan sebenarnya dari mengenakan jilbab adalah untuk menutup aurat dan untuk menghindari dari godaan laki-laki yang tidak sopan, seperti dalam surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya :
”Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab:59)
Al-Ghifari menyatakan, “Fenomena seperti ini muncul di Indonesia sejak awal tahun 2000 saat media cetak dan elektronik sedang jaya-jayanya” (2004, 13). Apabila kita bertanya kepada perempuan-perempuan yang memakai jilbab (pakaian) seperti itu mereka dengan santai menjawabnya, “tidak ada larangan untuk berekspresi dalam berpakaian, mau telanjang sekalipun tidak masalah karena ini merupakan Hak Asasi Manusia.” Kita tidak bisa serta merta menyalahkan orang yang berpakaian seperti itu, mungkin saja mereka hanya meniru dari pablik figur (artis) yang mereka sukai, atau  perancang model pakaian Islami yang tidak memahami dengan benar prinsip pakaian Islam, khususnya untuk kaum Hawa atau kaum Perempuan.
Setiap hari masyarakat kita kebanjiran tontonan super erotis, baik dari sinetron, film, iklan, talkshow, dan video klip sarat dengan muatan pornografi. Sudah pasti aurat terjual bebas disana (al-Ghifari, 2004:25). Bahkan lebih paranhnya adalah mereka yang menjadi panutan kaum muda khususnya perempuan berpendapat bahwa tata cara meraka berpakaian adalah sebuah seni, tidak melanggar aturan norma asusila.
Jilbab atau berpakaian muslimah sebenarnya bukan hanya demi kehornatan wanita saja, tetapi juga merupakan bentuk ibadah kepada sang Pencipta (al-Ghifari, 2004:43). Mungkin saja mereka tidak mengetahui hukuman bagi wanita yang melihatkan auratnya atau seperti acuh tak acuh tentang hukum itu. Seperti dalam hadist diterangkan tentang hukuman bagi wanita yang melihatkan aurtanya, hadist yang diriwayatkan olek Muslim itu artinya, “ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambukseperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (penguasa yang zalim) (2) Wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebesar punuk unta. Mereka tidak akan masuk sura, bahkan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim)

0 komentar:

Posting Komentar