ATAS NAMA HAM DAN SENI
Kebebasan beragama adalah salah satu hak yang paling asasi di antara hak
asasi manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber pada martabat
manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan (Rudini, 1994:65). Sesuai dengan pasal 29
ayat 1 dan 2 Undang – Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Agama, serta pada
pasal 18 Pernyataan Umum tentang Hak Asasi manusia menyatakan, “Setiap orang
berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama, dalam hal ini
termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan menyatakan
agama atau kepercayaan dengan mengajarkan,melakukan, beribadat dan
menempatinya, baik sendiri maupun bersama dengan orang lain, dan baik di tempat
umum maupun ditempat yang tersendiri”. Pengertian kebebasan ini juga tidak
lepas dari tanggung jawab setiap individu terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Hal yang ingin penulis tekankan kali ini dalam agama Islam. Umlil menyatakan
kebebasan beragama boleh – boleh saja, baik menyatakan pendapat atupun
berkeyakinan akan tetapi dengan satu sarat yaitu jangan meninggalkan Islam
(Mernissi, 1994:59). Hal ini yang menyebabkan banyak dari masyarakat Indonesia terutama
yang perempuan untuk berekspresi dalam berpakaian. Berbeda dengan masyarakat
Arab yang masih terbilang takut dalam menjalankan prinsip demokrasi.
Banyak dari masyarakat kita yang mengatakan “nduwur kudung, ngisor
warung”, yang maksudnya mungkin adalah perempuan yang berjilbab tapi masih
menampakkan auratnya. Memang aurat yang ditampilkan tidak secara langsung, akan
tetapi dapat dilihat di masyarakat sekitar kita. Bagaimana tidak dikatakan
melihatkan auratnya, mayoritas dari mereka yang berjilbab melihatkan setiap
lekuk dari tubuhnya walaupun ditutup dengan pakaian. Ini sudah menyeleweng dari
Al-Qur’an yang tujuan sebenarnya dari mengenakan jilbab adalah untuk menutup
aurat dan untuk menghindari dari godaan laki-laki yang tidak sopan, seperti dalam
surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya :
”Hai Nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab:59)
Al-Ghifari
menyatakan, “Fenomena seperti ini muncul di Indonesia sejak awal tahun 2000
saat media cetak dan elektronik sedang jaya-jayanya” (2004, 13). Apabila kita
bertanya kepada perempuan-perempuan yang memakai jilbab (pakaian) seperti itu mereka
dengan santai menjawabnya, “tidak ada larangan untuk berekspresi dalam berpakaian,
mau telanjang sekalipun tidak masalah karena ini merupakan Hak Asasi Manusia.”
Kita tidak bisa serta merta menyalahkan orang yang berpakaian seperti itu, mungkin
saja mereka hanya meniru dari pablik figur (artis) yang mereka sukai, atau perancang model pakaian Islami yang tidak
memahami dengan benar prinsip pakaian Islam, khususnya untuk kaum Hawa atau
kaum Perempuan.
Setiap hari
masyarakat kita kebanjiran tontonan super erotis, baik dari sinetron, film,
iklan, talkshow, dan video klip sarat dengan muatan pornografi. Sudah pasti
aurat terjual bebas disana (al-Ghifari, 2004:25). Bahkan lebih paranhnya adalah
mereka yang menjadi panutan kaum muda khususnya perempuan berpendapat bahwa
tata cara meraka berpakaian adalah sebuah seni, tidak melanggar aturan norma
asusila.
Jilbab atau
berpakaian muslimah sebenarnya bukan hanya demi kehornatan wanita saja, tetapi
juga merupakan bentuk ibadah kepada sang Pencipta (al-Ghifari, 2004:43). Mungkin
saja mereka tidak mengetahui hukuman bagi wanita yang melihatkan auratnya atau
seperti acuh tak acuh tentang hukum itu. Seperti dalam hadist diterangkan
tentang hukuman bagi wanita yang melihatkan aurtanya, hadist yang diriwayatkan
olek Muslim itu artinya, “ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya
belum pernah saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambukseperti ekor
sapi yang digunakan memukul orang (penguasa yang zalim) (2) Wanita yang
berpakaian tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk
berbuat maksiat. Rambutnya sebesar punuk unta. Mereka tidak akan masuk sura,
bahkan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang
amat panjang.” (HR. Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar