Rabu, 11 April 2012

resensi


Judul                           : The True Love in America
Pengarang                   : M. Syamsi Ali, M.A.
Penerbit                       : Gema Insani
Kota Terbit                  : Jakarta
Tahun Terbit                : 2009
Jumlah Halaman          : 174 + Cover

M. Syamsi Ali adalah orang yang menulis buku yang berjudul The True Love in America, seorang magister perbandingan agama yang kini bertugas sebagai Penhumas di Perwakilan Tetap RI untuk PBB. Dalam buku ini beliau menceritakan tentang orang yang baru memeluk Islam (muallaf) yang berada di Amerika tepatnya di kota New York.
Dalam buku ini disebutkan semenjak tragedi 11 september 2001, masyarakat Amerika penasaran dengan Islam, kebanyakan dari mereka ingin mengetahui dari sumber aslinya, Al-Qur’an dan dari ustadz-ustadz di sana.
Mereka yang penasaran biasanya mendatangi dan mengikuti majelis atau pengajian yang di adakan di Masjid Islamic Center yang di imami oleh Syamsi Ali sendiri.
Mereka yang masuk Islam biasanya setelah mengikuti kajian lebih dari satu kali. Tapi, dalam buku ini ada juga yang masuk Islam hanya sekali saja dalam mengikuti kajian yang di pimpin oleh Syamsi Ali. Contohnya adalah seorang pendeta yahudi (Rabi) yang masuk Islam setelah berdialog langsung dengan Ali. Dialog antara mereka yang membahas tentang toleransi Rasulullah SAW serta para sahabat terhadap kaum yahudi, ternyata secara mengejutkan di benarkan oleh Rabi itu sendiri (Ali, 2009:119). Pembicaraan yang panjang lebar itu yang akhirnya membuat sang Rabi masuk Islam.
Kelebihan dalam buku ini adalah kita ditunjukkan bagaimana dengan keikhlasan, kelembutan dan semangat seorang Syamsi Ali dalam berdakwah mengajarkan Agama Islam membuat sebagian besar non-muslim yang mengikuti kajiannya menjadi seorang muallaf. Selain itu, kita ditunjukkan begitu semangatnya orang-orang non-muslim dalam mendalami ajaran Islm, meskipun hal itu didasari atas  kejadian 11 September 2001 yang lalu.
Sedangkan kelemahan dalam buku ini bagi pembaca yang kurang paham akan bahasa Inggris akan kesulitan dalam memahami perbincangan antara Syamsi dengan orang-orang yang mengajak dialog dia, karena di sini hanya disuguhkan dalam bahasa Inggris tanpa adanya arti dalam bahasa Indonesia.  Kita juga hanya mengenal satu tokoh yang dominan, yaitu Syamsi Ali sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar